Perspektif Kepemimpinan Dalam Islam
Di dalam konsep Islam, pemimpin
merupakan hal yang sangat final dan fundamental. Ia menempati posisi tertinggi
dalam bangunan masyarakat Islam. Dalam kehidupan berjama'ah atau berorganisasi , pemimpin ibarat
kepala pada tubuhnya. Ia memiliki peranan yang sangat fital dan strategis dalam
pengaturan pola (minhaj) dan gerakan (harakah) pada tubuh tersebut. Kepiawaian
seseorang dalam memimpin akan mengarahkan ummatnya kepada tujuan yang ingin
dicapai , yaitu kesuksesan dan kesejahteraan ummat ( organisasi ) dengan iringan
ridho Allah.
Dalam bangunan masyarakat Islami
atau sebuah organisasi, pemimpin berada pada posisi yang menentukan terhadap
perjalanan organisasinya. Apabila sebuah organisasi memiliki seorang pemimpin
yang prima, produktif dan cakap dalam pengembangan dan pembangkitan daya juang
dan kreativitas amaliyah, maka dapat dipastikan perjalanan ummatnya akan
mencapai titik keberhasilan. Dan sebaliknya, manakala suatu organisasi dipimpin
oleh orang yang memiliki banyak kelemahan, baik dalam hal keilmuan, manajerial,
maupun dalam hal pemahaman dan nilai tanggung jawab, serta lebih mengutamakan hawa
nafsunya dalam pengambilan keputusan dan tindakan, maka dapat dipastikan,
bangunan jama'ah akan mengalami kemunduran, dan bahkan mengalami kehancuran.
Dan jika Kami hendak membinasakan
suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah (kaum
elit dan konglomerat) di negeri itu (untuk menaati Allah), akan tetapi mereka
melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnyalah berlaku
terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu
sehancur-hancurnya." (Qs. Al-Isro' : 16)
Oleh karena itulah, Islam memandang
bahwa kepemimpinan memiliki posisi yang sangat strategis dalam terwujudnya organisasi
atau masyarakat yang berada dalam balutan Baldatun Thoyyibatun Wa Robbun Ghofur
(Qs. Saba’ : 15), yaitu organisasi atau masyarakat Islami yang dalam sistem
kehidupannya menerapkan prinsip-prinsip Islam. Begitu pentingnya kepemimpinan
atau imam dalam sebuah organisasi jama'ah atau kelompok, sampai-sampai
Rasulullah bersabda yang maksudnya:
"Apabila kamu mengadakan perjalanan secara berkelompok,
maka tunjuklah salah satunya sebagai imam (pemimpin perjalanan)."
Demikian juga jika kita lihat dalam
sejarah Islam (Tarikh Islam) mengenai pentingnya kedudukan pemimpin dalam
kehidupan ummat muslim. Kita lihat dalam sejarah, ketika Rasulullah saw. wafat,
maka para shahabat segera mengadakan musyawarah untuk menentukan seorang
khalifah. Hingga jenazah Rasulullah pun harus tertunda penguburanya selama tiga
hari. Para shahabat ketika itu lebih mementingkan terpilihnya pemimpin
pengganti Rasulullah, karena kekhawatiran akan terjadinya ikhtilaf (perpecahan)
di kalangan ummat muslim kala itu. Hingga akhirnya terpilihlah Abu Bakar
sebagai khalifah yang pertama setelah Rasulullah saw. wafat.
Istilah
yang mengarah kepada pengertian pemimpin
Umaro’ atau Ulil Amri yang
bermakna pemimpin negara (pemerintah)
Amirul ummah yang bermakna pemimpin (amir) ummat ,
Al-Qiyadah yang bermakna ketua atau pimpinan kelompok
Al-Mas'uliyah yang bermakna penanggung jawab
Khadimul ummah yang bermakna pelayan ummat.
Dari beberapa istilah tadi, dapat
disimpulkan bahwa pemimpin adalah orang yang diberi amanah untuk mengurusi
permasalahan ummat, baik dalam lingkup jama'ah (kelompok) maupun sampai kepada
urusan pemerintahan, serta memposisikan dirinya sebagai pelayan masyarakat
dengan memberikan perhatian yang lebih dalam upaya mensejahterakan ummatnya,
bukan sebaliknya, mempergunakan kekuasaan dan jabatan untuk mengeksploitasi
sumber daya yang ada, baik SDM maupun SDA, hanya untuk pemuasan kepentingan
pribadi dan kaum kerabatnya atau kelompoknya (ashobiyah).
Kriteria
dalam Menentukan Pemimpin
Jika kita menyimak terhadap
perjalanan siroh nabawiyah (sejarah nabi-nabi) dan berdasarkan petunjuk
Al-Qur'an maka kita dapat menyimpulkan secara garis besar beberapa kriteria
dalam menentukan pemimpin. Beberapa faktor yang menjadi kriteria yang bersifat
general dan spesifik dalam menentukan pemimpin tersebut adalah antara lain :
a. Faktor Keulamaan
Dalam Qs. Fathir : 28, Allah
menerangkan bahwa diantara hamba-hamba Allah, yang paling takut adalah
al-‘ulama. Hal ini menunjukkan bahwa apabila pemimpin tersebut memiliki
kriteria keulamaan atau sifat taqwa, maka dia akan selalu menyandarkan segala
sikap dan keputusannya berdasarkan Al-Qur'an. Dia takut untuk melakukan
kesalahan dan berbuat maksiat kepada Allah.
Berdasarkan Qs. Al-hujurat : 1, maka
seorang pemimpin tidak akan gegabah dan membantah atau mendahului ketentuan
yang telah ditetapkan Allah dan Rasul-Nya. Dalam pengambilan keputusan, ia
selalu merujuk kepada petunjuk Al-Qur'an dan Al-Hadits.
Berdasarkan Qs. Al-Ankabut : 49,
maka seorang pemimpin yang berkriteria ulama, haruslah memiliki keilmuan yang
dalam di dalam dadanya (fii shudur). Ia selalu menampilkan ucapan, perbuatan,
dan perangainya berdasarkan sandaran ilmu syari’at.
Berdasarkan Qs. An-Nachl : 43, maka
seorang pemimpin haruslah ahlu adz-dzikri (ahli dzikir / ilmu) yaitu orang yang
dapat dijadikan rujukan dalam menjawab berbagai macam problema ummat.
b. Faktor Intelektual (Kecerdasan)
Seorang calon pemimpin haruslah
memiliki kecerdasan, baik secara emosional (EQ), spiritual (SQ) maupun
intelektual (IQ).
Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW
yang diriwayatkan melalui jalan shahabat Ibnu Abbas r.a, Rasulullah SAW bersabda
: "Orang yang pintar (al-kayyis) adalah orang yang mampu menguasai dirinya
dan beramal untuk kepentingan sesudah mati, dan orang yang bodoh (al-‘ajiz)
adalah orang yang memperturutkan hawa nafsunya dan pandai berangan-angan atas
Allah dengan segala angan-angan." (HR. Bukhari, Muslim, Al-Baihaqy)
Hadits ini mengandung isyarat bahwa
seorang pemimpin haruslah orang yang mampu menguasai dirinya dan emosinya.
Bersikap lembut, pemaaf, dan tidak mudah marah. Dalam mengambil sikap dan
keputusan, ia lebih mengutamakan hujjah Al-Qur'an dan Al-Hadits serta memandang
maslahat ummat, daripada hanya sekedar mengedepankan hawa nafsu dan keinginannya.
Ia akan menganalisa semua aspek dan faktor yang mempengaruhi penilaian dan
pengambilan keputusan.
Dalam mengambil dan mengajukan diri
untuk memegang suatu amanah, haruslah disesuaikan dengan kapasitas dan
kapabilitas (kafa'ah) yang dimiliki. Rasulullah SAW berpesan :
"Barangsiapa menyerahkan suatu urusan kepada yang bukan ahlinya, maka
tunggulah kehancurannya."
c. Faktor Kepeloporan
Berdasarkan Qs. Az-Zumar : 12, maka
seorang pemimpin haruslah memiliki sifat kepeloporan. Selalu menjadi barisan
terdepan (pioneer) dalam memerankan perintah Islam.
Berdasarkan Qs. Fathit : 32, maka
seorang pemimpin haruslah berada pada posisi hamba-hamba Allah yang bersegera
dalam berbuat kebajikan (sabiqun bil khoiroti bi idznillah)
Berdasarkan Qs. Al-An’am : 135, maka
seorang pemimpin tidak hanya ahli di bidang penyusunan konsep dan strategi
(konseptor), tetapi haruslah juga orang yang memiliki karakter sebagai pekerja
(operator). Orang yang tidak hanya pandai bicara, tetapi juga pandai bekerja.
Berdasarkan Qs. Fathir : 162 - 163,
maka seorang pemimpin haruslah orang yang tawajjuh kepada Allah. Menyadari
bahwa semua yang berkaitan dengan dirinya, adalah milik dan untuk Allah.
Sehingga ia tidak akan menyekutukan Allah, dan selalu berupaya untuk mencari
ridho Allah (Qs. Al-Baqoroh : 207)
Berdasarkan Qs. Ali Imron : 110,
sebagai khoiru ummah (manusia terbaik) maka seorang pemimpin haruslah orang
yang selalu menyeru kepada yang ma'ruf, mencegah dari perbuatan yang mungkar,
dan senantiasa beriman kepada Allah.
d. Faktor Keteladanan
Seorang calon pemimpin haruslah
orang yang memiliki figur keteladanan dalam dirinya, baik dalam hal ibadah,
akhlaq, dll.
Berdasarkan Qs. Al-Achzab : 21, maka
seorang pemimpin haruslah menjadikan Rasulullah sebagai teladan bagi dirinya.
Sehingga, meskipun tidak akan mencapai titik kesempurnaan, paling tidak ia
mampu menampilkan akhlaq yang baik layaknya Rasulullah. Seorang pemimpin juga harus memiliki akhlaq
yang mulia (akhlaqul karimah), sehingga dengannya mampu membawa perubahan dan
perbaikan dalam kehidupan sosial masyarakat. Faktor akhlaq adalah masalah
paling mendasar dalam kepemimpinan. Walaupun seorang pemimpin memiliki
kecerdasan intelektual yang luar biasa, tetapi apabila tidak dikontrol melalui
akhlaq yang baik, maka ia justru akan membawa kerusakan (fasada) dan kehancuran
ummat ataupun sebuah organisasi.
e. Faktor Manajerial (Management)
Berdasarkan Qs. As-Shof : 4, maka
seorang pemimpin haruslah memahami ilmu manajerial (meskipun pada standar yang
minim). Memahami manajemen kepemimpinan, perencanaan, administrasi, distribusi
keanggotaan, dsb. Seorang pemimpin harus mampu menciptakan keserasian,
keselarasan, dan kerapian manajerial lembaganya (tandhim), baik aturan-aturan
yang bersifat mengikat, kemampuan anggota, pencapaian hasil, serta
parameter-parameter lainnya. Dengan kemampuan ini, maka akan tercipta tanasuq
(keteraturan), tawazun (keseimbangan), yang kesemuanya bermuara pada takamul
(komprehensif) secara kaffah atau keseluruhan.
10 Kriteria Pemimpin Menurut
Islam
Setiap
manusia yang terlahir dibumi dari yang pertama hingga yang terakhir adalah
seorang pemimpin, setidaknya ia adalah seorang pemimpin bagi dirinya sendiri.
Bagus tidaknya seorang pemimpin pasti berimbas kepada apa yang dipimpinnya.
Karena itu menjadi pemimpin adalah amanah yang harus dilaksanakan dan
dijalankan dengan baik oleh seorang pemimpin tersebut, karena kelak Allah akan
meminta pertanggung jawaban atas kepemimpinannya itu. Dalam Islam sudah ada
aturan-aturan yang berkaitan tentang pemimpin yang baik diantaranya :
1.
Beriman dan Beramal Shaleh
Ini sudah pasti tentunya. Kita
harus memilih pemimpin orang yang beriman, bertaqwa, selalu menjalankan
perintah Allah dan rasulnya. Karena ini merupakan jalan kebenaran yang membawa
kepada kehidupan yang damai, tentram, dan bahagia dunia maupun akherat.
Disamping itu juga harus yang mengamalkan keimanannya itu yaitu dalam bentuk
amal soleh.
2.
Niat yang Lurus
“Sesungguhnya setiap amal
perbuatan tergantung pada niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas)
sesuai dengan niatnya. Barangsiapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya,
maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang hijrahnya
karena urusan dunia yang ingin digapainya atau karena seorang wanita yang ingin
dinikahinya, maka hijrahnya sesuai dengan apa yang diniatkannya tersebut”
Karena itu hendaklah menjadi seorang pemimpin
hanya karena mencari keridhoan Allah SWT saja dan sesungguhnya kepemimpinan
atau jabatan adalah tanggung jawab dan beban, bukan kesempatan dan kemuliaan.
3.
Laki-Laki
Dalam Al-qur'an surat An nisa'
:34 telah diterangkan bahwa laki laki adalah pemimpin dari kaum wanita.
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah
melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan
karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab
itu maka wanita yang saleh ialah yang ta’at kepada Allah lagi memelihara diri
(maksudnya tidak berlaku serong ataupun curang serta memelihara rahasia dan
harta suaminya) ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara.
“Tidak
akan beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusan (kepemimpinan) mereka kepada
seorang wanita.”(Hadits Riwayat Al-Bukhari dari Hadits Abdur Rahman bin Abi
Bakrah dari ayahnya).
4.
Tidak Meminta Jabatan
Rasullullah SAW bersabda kepada
Abdurrahman bin Samurah Radhiyallahu’anhu :
”Wahai Abdul Rahman bin samurah ; Janganlah kamu meminta untuk menjadi
pemimpin. Sesungguhnya jika kepemimpinan diberikan kepada kamu karena
permintaan, maka kamu akan memikul tanggung jawab sendirian, dan jika
kepemimpinan itu diberikan kepada kamu bukan karena permintaan, maka kamu akan
dibantu untuk menanggungnya.” (Riwayat Bukhari dan Muslim).
5.
Berpegang pada Hukum Allah
Ini salah satu kewajiban utama
seorang pemimpin.
AllahSWT berfirman,
”Dan hendaklah kamu memutuskan perkara diantara mereka menurut apa yang
diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka.” (Al-Maaidah:49).
6.
Memutuskan Perkara Dengan Adil
Rasulullah SAW bersabda :
”Tidaklah seorang pemimpin mempunyai perkara kecuali ia akan datang dengannya
pada hari kiamat dengan kondisi terikat, entah ia akan diselamatkan oleh
keadilan, atau akan dijerusmuskan oleh kezhalimannya.” (Riwayat Baihaqi dari
Abu Hurairah dalam kitab Al-Kabir).
7.
Menasehati rakyat
Rasulullah SAW bersabda,
”Tidaklah seorang pemimpin yang memegang urusan kaum Muslimin lalu ia tidak
bersungguh-sungguh dan tidak menasehati mereka, kecuali pemimpin itu tidak akan
masuk surga bersama mereka (rakyatnya).
8.
Tidak Menerima Hadiah
Seorang rakyat yang memberikan hadiah
kepada seorang pemimpin pasti mempunyai maksud tersembunyi, entah ingin
mendekati atau mengambil hati.Oleh karena itu, hendaklah seorang pemimpin
menolak pemberian hadiah dari rakyatnya. Rasulullah bersabda,
” Pemberian hadiah kepada pemimpin adalah pengkhianatan.” (Riwayat Thabrani).
9.
Tegas
Ini merupakan sikap seorang
pemimpin yang selalu di idam-idamkan oleh rakyatnya. Tegas bukan berarti
otoriter, tapi tegas maksudnya adalah yang benar katakan benar dan yang salah
katakan salah serta melaksanakan aturan hukum yang sesuai dengan Allah, SWT dan
rasulnya.
10.
Lemah Lembut
Doa Rasullullah SAW :
"Ya Allah, barangsiapa mengurus satu perkara ummatku lalu ia
mempersulitnya, maka persulitlah ia, dan barang siapa yang mengurus satu
perkara ummatku lalu ia berlemah lembut kepada mereka, maka berlemah lembutlah
kepadanya".
Selain poin- poin yang ada di atas , seorang
pemimpin dapat dikatakan baik bila ia memiliki STAF. STAF disini bukanlah staf
dari pemimpin, melainkan sifat yang harus dimiliki oleh pemimpin tersebut. STAF
yang dimaksud di sini adalah Sidiq (jujur),
Tablig(menyampaikan), Amanah (dapat dipercaya), Fatonah (cerdas).
Sidiq itu berarti jujur.
Bila seorang pemimpin itu jujur maka tidak
adalagi KPK karena tidak adalagi korupsi yang terjadi dan jujur itu membawa
ketenangan, kitapun diperintahkan jujur walaupun itu menyakitkan.Tablig adalah
menyampaikan, menyampaikan disini dapat berupa informasi juga yang lain. Selain
menyampaikan seorang pemimpin juga tidak boleh menutup diri saat diperlukan
rakyatnya karena Rasulullah bersabda,
”Tidaklah seorang pemimpin atau pemerintah yang menutup pintunya terhadap
kebutuhan, hajat, dan kemiskinan kecuali Allah akan menutup pintu-pintu langit
terhadap kebutuhan, hajat, dan kemiskinannya.” (Riwayat Imam Ahmad dan
At-Tirmidzi).
Amanah berarti dapat dipercaya. Rasulullah bersabda,
”
Jika seorang pemimpin menyebarkan keraguan dalam masyarakat, ia akan merusak
mereka.” (Riwayat Imam Ahmad, Abu Dawud, dan Al-hakim).
Karena itu seorang pemimpin harus ahli sehingga dapat dipercaya.Fatonah ialah
cerdas. Seorang pemimpin tidak hanya perlu jujur, dapat dipercaya, dan dapat
menyampaikan tetapi juga cerdas. Karena jika seorang pemimpin tidak cerdas maka
ia tidak dapat menyelesaikan masalah rakyatnya dan ia tidak dapat memajukan apa
yang dipimpinnya.
Oleh karena itu, mari kita lebih
berhati-hati dalam menentukan imam atau pemimpin kita. Karena apapun akibat
yang dilakukannya, maka kita pun akan turut bertanggung jawab terhadapnya. Jika
kepemimpinannya baik, maka kita akan merasakan nikmatnya. Sebaliknya, apabila
kepemimpinannya buruk, maka kita pun akan merasakan kerusakan dan
kehancurannya. Wallahu a'lam bish-showwab.
محمّد طيّب عثمان